Assalamualaikum wr. wb.
Kita sudah mendekati bulan Ramadhan lagi rupanya, bulan yang udah ditunggu atau mungkin saja ada yang tidak pernah menunggunya. Soal judul posting, kenapa begitu? Saya hanya menulis ulang renungan saya di Twitter beberapa saat yang lalu, setidaknya karena teman saya yang lagi ol malem perasaan saya enak pas itu, cuma, karena saking bertambahnya masalah (mungkin karena saya yang depresi ngekepoin dia terus; mungkin, mungkin.).
Saya bukan tipe orang yang suka ngobrolin beginian di dunia maya. Saya lebih suka bilang ke depan mukanya langsung. Namun hal itu saya urungkan karena orang yang akan saya sebut di renungan ini tak akan pernah ngeliat ke arah saya lagi dan ke arah orang-orang yang ada di dekat dia kecuali 'orang yang dianggap dia berharga'.
Mari mulai, pernahkah kalian tertarik dengan seseorang? Kayaknya pertanyaan ini nggak perlu diajukan karena pasti pernah terjadi. Mungkin ada yang nggak percaya, saya punya kelebihan empati ke orang lain. Masalah sekecil apapun kadang bisa bikin saya down.
Singkat cerita, saya sama orang itu adalah partner--saya anggap dia partner. Ekskul sama, minat mirip dan LOL ada yang bilang kita mirip (watdehel, tapi emang mirip sih). Dan suatu hari dia--sakit dan harus dirawat lama. Anda belajar Sosiologi? Empati adalah orang yang punya simpati yg luar biasa sampai mereka merasa di keadaan orang tersebut. Jadilah gua khawatir sama dia.
Yang disayangkan, kalian tahu apa itu apatisme?
Banyak otaku--atau lebih tepatnya mereka yang hikki menghindar bergaul karena itu merepotkan, menolak berekspresi karena itu melelahkan dan banyak hal alasan picik sehingga hidup mereka hanya terpusat di diri mereka dan satu buah benda lain, semisal handphone.
Si empati mengkhawatirkan dia yang apatis--dan saya, sebagai yang terabaikan, sebagai teman yang dibilang dia berharga namun tidak pernah diberitahukannya apapun, tidak merasa menyesal bahwa dia bahagia dengan dunianya. Sedih bila ia bilang dirinya tengah menderita namun tidak membagimu apa-apa sebagai teman--teman yang kau tidak tahu terus berdiri di sana menunggu, tidak berusaha untuk mengganggu kebahagiaanmu dan gundahmu, teman yang berdiri melihat segalanya dari kejauhan tanpa segan berusaha menyapa.
[Bodoh, bodoh, bodoh, BODOH, BODOH, BODOH, BODOH. Apa saya ini bodoh? APA SAYA INI GAMPANG DIBOHONGI?! Hati saya di lain sisi berteriak untuk murka sendiri sementara ekspresi ini tidak berbicara.]
--saya udah sering dibohongi dan ini hanyalah perilaku biasa bagi diri saya, seorang biasa yang menggeluti hari-hari kelas XI IA 5 saya sekarang dengan melirik jendela.
(Ah, itu kelas dia, dia sedang bahagia...'kan? Bukan sama gua, kan?)
Eniwei, saya merasa Allah menempatkan saya di tempat yang tepat, setidaknya. Saya bisa tersenyum lega sambil memandang ruangan kelasnya (LOL).
.
.
.
.
Akibat itu saya menderita--krisis identitas. Saya merasa kosong, saya merasa apapun yang saya lakukan tak pernah berbuah apapun di mata orang, saya tidak pernah dihargai, hanya tersebutkan dan tak teringat lagi.
Teman saya malam itu di twitter bilang, "Mel, sholat."--karena Allah selalu menjawab panggilan umatnya. Mungkin nanti saya coba Istikharah + Hajat sekaligus hafalan do'anya buat pelajaran Agama.
Saya itu--bodoh. Saya masih terus menunggu di tempat yang sama dan tidak mengganggu.
Melihat, mendengar dan tidak berperilaku. Bagai mengejar pepesan kosong, bukan?
.
.
.
.
Mungkin sekian dari saya, saya mau tidur, capek orz.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
2 comments:
Saya nggak tahu masalah sebenarnya di sini, tapi--
--mungkin, cuma mungkin, saya pernah mengalami masalah yang agak mirip. Saya khawatir sementara dia tidak peduli. Dia depresi. Saya mencoba "menolongnya", saya kepoin, dan meskipun sempat terjadi beberapa insiden sekarang dia sudah ceria lagi. Persahabatan saya dan dia memang jadi agak renggang, namun terlepas dari berkat siapa (temannya yang lain?), dia sudah ceria lagi.
Soal empati--empati memang kerap membuat gelisah. Saya pernah konseling (hahaha) mengenai perihal ini, dan dibilangnya justru empati itu hal yang benar dan memang harus seperti itu. Tapi memang zaman sekarang hal ini sudah tidak begitu terlihat lagi. Entah sampai taraf mana empati bisa dikatakan berlebihan.
Saya hanya bisa berharap untuk yang terbaik bagi anda dan teman anda.
Masalahnya sih--saya juga gatau. Semua hal itu nyebabin saya breakdown dan belom nemu jawaban apapun selama...err...7 bulan ini?
Saya juga kepoin, dia depresi nggak pernah bilang, nggak pernah cerita apa-apa tiba-tiba tweetsnya asdfghjkl mau bunuh diri segala, apa coba? orz. Dia ada pacarnya sih--kok jadi posisinya saya yang jeles ya wkwk--sebagai salah satu temen yang udah lama deket dia dan akhirnya saya ngerasa tersisihkan.
orz.
Post a Comment